yah, inilah, seadanya

Selasa, 15 Maret 2011

Atheis

Cerpen M. Dawam Rahardjo
Dimuat di Media Indonesia 09/02/2007

KAKAK kami Suparman kini tinggal di Jakarta menjelang masa pensiun. Tapi ia tidak terikat. Karena ia mengelola sebuah perusahaan konsultan sendiri, dengan karyawan sekitar 50 orang. Ia adalah seorang arsitek lulusan ITB. Setelah lulus, ia melamar sebagai arsitek di sebuah perusahaan. Setelah mendapatkan pengalaman, ia mendirikan perusahaan sendiri bersama beberapa orang kawannya. Usahanya ini boleh dikatakan maju, berkat kegiatan pembangunan di Ibu Kota.

Kakak kami itu ialah saudara tertua dalam keluarga kami yang tinggal di sebuah desa bernama Jatiwarno di Wonogiri. Sekitar 30 kilometer dari Kota Solo. Daerah tempat tinggal kami itu dikenal kering. Dulu sering kali menjadi berita di koran karena kelaparan. Di zaman kolonial pernah terjadi busung lapar. Kini Wonogiri tidak lagi kering seperti dulu karena di situ dibangun waduk Gajah Mungkur. Sekarang sudah ada ladang-ladang ubi kayu dan jagung selain sawah padi. Waduk ini juga menjadi pusat pariwisata yang dikunjungi terutama oleh orang-orang Solo. Keluarga kami, keluarga Parto Sentono lebih populer dipanggil Kiai Parto adalah sebuah keluarga yang religius. Ayah kami itu adalah seorang petani yang juga berperan sebagai ulama lokal karena ia adalah santri lulusan Mamba'ul Ulum dan tinggal di pesantren Jamsaren. Jadi ia pernah berguru kepada KH Abu Amar, Ulama Solo yang masyhur itu. Itulah sebabnya Kiai Parto mengirim kami, anak-anaknya, ke pesantren sebagai lembaga pendidikan.

Mas Parman sebagai anak tertua dikirim ke Gontor Ponorogo yang jaraknya tidak jauh dari desa kami. Kakak saya yang kedua Muhammad Ikhsan dipondokkan ke Pesantren Pabelan di bawah pimpinan Kiai Haji Hamam Ja'far. Saya sendiri sebagai anak ketiga cukup bersekolah di Madrasah Al-Islam, Honggowongso, Solo. Jadi saya punya dua orang adik. Yang pertama, dikirim ke Tebu Ireng, sedangkan adik saya yang paling bontot disuruh belajar ke madrasah Mu'alimat Muhammadiyah, Yogyakarta.

Walaupun semuanya berlatar belakang pendidikan pesantren, kami semua mempunyai profesi yang berbeda-beda, misalnya Mas Parman menjadi seorang arsitek, sedangkan saya sendiri menjadi petani jagung dan ubi kayu meneruskan pekerjaan bapak. Karena itulah, saya adalah anak yang paling dekat dengan keluarga dan menyelenggarakan pertemuan halalbihalal setiap tahun dengan keluarga.

Bapak merasa sangat bangga anaknya bisa masuk ke pondok modern Gontor. Mas Parman sendiri juga merasa mantap berguru dengan Kiai Zarkasi dan Kiai Sahal. Di masa sekolah dasar, kami semua dididik langsung oleh bapak kami. Mas Parman ternyata berhasil menjadi seorang santri yang cerdas. Bapak sangat berharap kelak Mas Parman menjadi seorang ulama modern. Bapak memang tidak mengikuti perkembangan anaknya itu sehingga ia merasa terkejut ketika pada suatu hari ia berkunjung ke Gontor, anaknya itu ternyata sudah tidak lagi bersekolah di situ. Namun sebentar kemudian, ia mendengar di mana anaknya berada. Ternyata Mas Parman yang pandai matematika itu ikut ujian SMP negeri dan lulus dengan nilai yang sangat baik. Ia kemudian melamar untuk bersekolah di Solo dan diterima di SMA 2 atau SMA B yang terletak di Banjar Sari. Sekolahnya itu berdekatan dengan SMA 1 jurusan sastra budaya. Sehingga ia banyak bergaul dengan pelajar-pelajar sastra. Walaupun belajar ilmu eksakta, Mas Parman ternyata punya bakat seni. Ia bisa melukis dan membuat puisi. Ia ikut di klub sastra remaja yaitu sastra remaja Harian Nasional di Yogya. Bapak tidak bertanya banyak kepada anak sulungnya itu. Walaupun ia merasa sangat kecewa dan agak marah karena Mas Parman telah mengambil keputusan besar tanpa berkonsultasi dengan Bapak dulu. Saya mewakili keluarga menanyakan perihal keputusannya itu kepada Mas Parman. "Mas, kenapa tidak minta izin bapak dulu ketika Mas keluar dari Gontor?," tanyaku pada suatu hari.

"Kalau aku bilang dulu pada bapak, pasti tidak dikasih izin," jawabnya.

"Kenapa pula Mas berani mengambil keputusan besar itu?" tanyaku lagi. "Aku ternyata tidak betah tinggal di pondok. Aku merasa pesantren ini adalah sebuah masyarakat buatan. Kami hidup menyendiri, dilarang bergaul dengan penduduk desa. Kami di pondok menganggap diri sebagai keluarga ndoro," jawabnya lagi.

"Itu kan karena kepentingan para santri sendiri supaya tidak terkontaminasi oleh pengaruh luar," jelas saya.

"Tapi hidup kan menjadi artifisial, santri hanya diajar sesuatu yang baik tapi tidak mengetahui dunia nyata yang tidak terlalu bersih. Malah banyak kotornya."

"Kalau hanya itu alasannya, mengapa Mas tetap mengambil keputusan?" tanya saya.

"Terus terang saja, aku sendiri jenuh dan bosan hidup di pondok. Aku memahami jika sebagian santri melakukan homo bahkan mencuri-curi bergaul dengan perempuan di luar pondok."

"Nah, itulah akibatnya kalau para santri tidak disiplin."

"Pokoknya aku bosan, yang lebih mendasar lagi aku tidak bisa menerima pelajaran-pelajaran agama. Kupikir pendidikan semacam itu tidak berguna, karena tidak membekali santri untuk bisa hidup dalam realitas yang sering keras itu di luar dunia pesantren. Jadi apa gunanya aku bersusah payah mencapai kelulusan. Itulah maka aku mengambil keputusan untuk pindah sekolah."

"Mas Ikhsan ternyata senang nyantri di Pabelan," ujar saya.

"O... Pabelan itu beda dengan Gontor, Kiainya juga alumni Gontor, tapi ia bisa berbeda dengan Gontor. Santri Pabelan bebas bergaul bahkan diharuskan. Kiai Hamam bisa menerima saran dari LP3ES untuk menyelenggarakan program lingkungan hidup. Pesantren bahkan menyediakan air bersih yang diolah dari kali Pabelan untuk penduduk desa. Kiai Hamam juga membuat pemandian umum desa. Sehingga santri-santrinya bisa bergaul dengan penduduk desa setiap pagi sore sambil mandi bersama."

Mas Parman kemudian melanjutkan perubahan di dalam hidupnya. "Har, aku ingin memberitahukan padamu, perubahan pola hidupku di Solo. Aku sekarang sudah tidak menjalankan salat, juga puasa Ramadan," katanya jujur.

"Mas, apakah ini tidak terlalu jauh? Ibu bapak pasti akan marah besar sama Mas," jawab saya.

"Ya jangan dilaporkan ke ibu bapak, tapi ceritakan saja apa adanya kepada Mas Ikhsan, barangkali ia bisa menerima dengan kepala dingin." Saya kemudian berpisah dengan Mas Parman dan melaksanakan wasiatnya. Tidak henti-hentinya saya berpikir dan merenung, sehingga memberatkan pikiran saya. Sebagai adik kandung, saya menyayangkan keputusan dan langkah radikal Mas Parman. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa sehingga hanya bisa menerima dengan sedih yang menjadi unek-unek terus-menerus. Sebab, saya pun juga ingin jawaban terhadap masalah-masalah yang ditimbulkan keputusan kakak saya itu. Saya khawatir sikapnya itu akan memengaruhi kakak dan adikku yang lainnya sehingga unek-unek itu saya sampaikan kepada Mas Ikhsan. Ia juga tampak terkejut tapi hanya terdiam saja tanpa reaksi. Karena itu aku minta kepada Mas Ikhsan untuk bertemu sendiri dengan Mas Parman.

Akhirnya, pada suatu hari, Mas Ikhsan menyempatkan diri untuk bertemu langsung dengan Mas Parman di Solo. Ia tinggal di daerah Manahan. Berikut ini adalah laporan Mas Ikhsan kepadaku dari hasil pertemuannya dengan Mas Parman. "Aku diajak Mas Parman pada suatu malam di suatu warung hik yang masyhur dengan jualan wedang ronde dan makanan tradisional Surakarta. Mas Parman memang romantis. Dia tidak ragu mengajakku menikmati suasana Solo di waktu malam yang dirasakan rakyat jelata. Terkesan olehku bahwa ia memang merakyat hidupnya. Karena setiap kali kami berbincang-bincang, selalu saja ada orang yang menyapa. Ada juga para pengemis dan gelandangan. Di warung hik itulah aku mencoba secara tenang menanyakan banyak hal kepada Mas Parman.

"Mas, aku sudah mendengar semua cerita mengenai dirimu dari adik kita, Haryono, terus terang saja aku terkejut. Timbul seribu satu pertanyaan dalam pikiranku, aku masih seorang santri yang baik dan terus bercita-cita menjadi ulama pemikir modern. Sebagai adik, aku tidak bisa memahami sikapmu. Bahkan aku tidak percaya dengan cerita Haryono, aku juga sudah tanya kepada Haryono bagaimana pandangannya. Tapi ia tidak banyak memberi penjelasan sehingga aku harus langsung bertemu denganmu. Mohon jangan tersinggung dengan pertanyaan-pertanyaan dan komentarku. Aku bahkan ingin belajar kepada Mas, yang memiliki sebuah pengalaman dramatis."

"O... boleh saja, jadi aku sekarang sudah tidak menjalankan kewajibanku sebagai seorang muslim."

"Kalau begitu, Mas telah murtad?" tanyaku.

"Ya, sebelum hukuman murtad dijatuhkan kepadaku, aku lebih baik keluar saja dulu dari Islam. Sekarang siapa pun juga tidak berhak menghakimiku."

"O... begitu, aku pun tidak akan menghakimimu. Cuma aku ingin bertanya apakah Mas telah meninggalkan seluruh akidah Islam?" tanyaku ingin tahu.

"Ya, aku sekarang seorang atheis, aku sudah tidak percaya kepada Tuhan."

"Lalu status Mas sekarang sebagai apa?" tanyaku.

"Aku sudah menjadi humanis. Aku bercita-cita ingin menjadi pemikir bebas."

"Untuk menjadi orang seperti itu kan tidak perlu meninggalkan akidah. Islam memberi kebebasan."

"Ya aku tahu, aku hanya ingin mengatakan bahwa selama di Gontor aku tidak pernah memperoleh penjelasan yang memuaskan mengenai Tuhan. Dan mengapa orang harus percaya kepada Tuhan. Aku ingin bebas dari belenggu akal dan aku harus bisa mendasarkan perilakuku berdasarkan rasionalitas. Tidak dibelenggu iman dan syariat. Sekarang ini aku merasakan diriku menjadi orang bebas, tanpa belenggu. Ketika menjadi orang Islam aku merasa terjatuh ke dalam belenggu. Sekarang ini aku merasa mengalami pencerahan."

"Mas kan tahu bahwa Islam itu mengajarkan perbuatan baik berdasarkan iman. Jadi manusia memerlukan Tuhan untuk bisa berbuat baik."

"Inilah yang saya tidak setujui dalam Islam. Seperti kamu tahu sendiri, perbuatan baik itu tidak diakui Tuhan jika tidak didasarkan kepada iman. Mengapa harus begitu. Buddha Gautama mengajarkan perbuatan-perbuatan baik tanpa mensyaratkan iman kepada-Nya. Demikian pula Konghucu. Aku suka dengan dua agama yang kita sebut sebagai agama bumi itu. Aku ingin menjadi orang baik tanpa iman. Kalau mendengar keteranganmu itu terkesan olehku bahwa Tuhan itu adalah ciptaan manusia sendiri, bukannya sebaliknya."

"Astaghfirullahal'adzim."

"Dalam kenyataannya, agama itu hanyalah candu yang membius dan membuat lupa terhadap kesengsaraan dan penindasan yang menimpa mereka."

"Berlindung aku dari bisikan semacam itu."

"Sorry ya, jangan anggap aku sesat. Semuanya itu sudah kupikirkan dan kurenungkan dalam-dalam. Pokoknya aku ingin bebas menjadi humanis."

"Tapi aku yakin bahwa Islam akan membawaku ke sana, tapi sampean punya pendapat yang lain dan aku ingin belajar darimu sebagai seorang kakak tertua."

"Kamu tidak perlu jawaban verbal dariku. Lihat saja perbuatanku. Bukankah agamamu mengajarkan bahwa Tuhan itu akan bisa ditemui dengan perbuatan baik di dunia ini."

"Kalau gitu, Mas masih percaya kepada Tuhan."

"Tidak! Aku tidak bisa percaya pada adanya Tuhan. Aku hanya ingin berbuat baik kepada sesama manusia berdasarkan alasan-alasan yang rasional saja."

"Wah, menurutku manusia yang percaya kepada Tuhan itu tentu akan terdorong untuk berbuat baik, karena itu apa salahnya kita percaya akan adanya Tuhan."

"Ya terserah. Cuma saya tidak mau percaya kepada Tuhan yang diciptakan manusia. Tuhan begini, sama saja dengan dewa-dewa Hindu maupun Yunani."

Begitulah Mas Ikhsan menceritakan kembali dialognya. "Lalu bagaimana tanggapan dan sikapmu?"

"Lakumdinukum waliyadin, biar dia percaya apa yang ia percayai dan kita percaya apa yang kita percayai."

"Lalu bagaimana pandanganmu mengenai kakak kita itu?"

"Aku tidak menganggap dia orang sesat. Ia hanya memilih suatu jalan hidup. Dalam hatiku, aku percaya bahwa Mas Suparman itu sebetulnya percaya kepada Tuhan. Cuma dia tidak mau merumuskan apa Tuhan itu. Bukankah agama kita mengajarkan bahwa apa pun yang kita pikirkan mengenai Tuhan, itu bukan Tuhan. Jadi Tuhan itu diimani saja, tidak perlu dirasionalkan. Walaupun teori-teori mengenai Tuhan boleh saja dikemukakan. Biar dia tidak percaya kepada Tuhan, asalkan ia berbuat baik dan melaksanakan ajaran Islam menurut ukuran-ukuran kita. Tidak perlu kita mensyaratkan iman kepadanya."

Mas Suparman yang kini sudah menjelang masa pensiun itu sekitar enam puluh lima tahunan nampaknya, paling tidak menurut kesan saya, telah mencapai apa yang ia cita-citakan berdasarkan kebebasan yang ia yakini. Saya berpendapat bahwa pada dasarnya, kakak kami itu masih seorang muslim yang baik. Hidupnya sesuai dengan sepuluh wasiat Tuhan yang didendangkan Iin dan Jaka Bimbo.

Pertama aku masih percaya bahwa ia masih punya iman dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Seperti kata Jalaludin Rumi dan Al Halaj, ia pada akhirnya akan memperoleh pengertian Tuhan yang sebetulnya melekat pada dirinya sendiri jika ia masih tetap bisa menjalankan hidup yang benar berarti Allah masih membimbingnya. Cuma, dia tidak tahu dan tidak mengaku. Malah saya berpendapat bahwa sikap Mas Parman itulah yang mencerminkan Tauhid yang semurni-murninya. Wallahu'alam. Kedua, ia berbuat baik kepada ibu bapaknya, ia tidak pernah mau menyakiti kedua orang tuanya. Harus kami akui bahwa di antara kami, Mas Parmanlah yang paling banyak membantu orang tua kami. Ketiga, ia bisa menjaga harta anak-anak yatim, yaitu adik-adiknya, ia tidak mau mengambil bagian warisannya. Ia serahkan semuanya kepada kita. Mas Parman juga membuat yayasan yang menampung anak-anak yatim. Tutur katanya tidak pernah menyakiti orang lain, ia selalu menjaga diri dari perbuatan-perbuatan tercela.

(Silahkan Anda interpretasikan sendiri kisah cerpen diatas...)

Alegori Masyarakat Komunis Dalam Komik Smurf



Makhluk biru mungil itu menempati rumahnya yang berbentuk seperti jamur. Mereka hidup bersama di sebuah desa antah-berantah pedalaman hutan Eropa. Mereka hidup rukun dan masing-masing menjalankan fungsinya dengan baik dalam masyarakat. Mereka punya bahasa sendiri yang mengganti kata kerja dan kata sifat dengan identitas bangsa mereka... Smurf!

Komik Belgia karangan Pierre Culliford, populer dengan nama pena Peyo, ini sempat populer di Indonesia pada tahun 1980-an, bahkan pada saat itu sebuah stasiun televisi swasta sempat menayangkan film kartunnya selama beberapa waktu dan sebuah jaringan restoran multinasional mengadopsi mainan figurnya sebagai hadiah menu khusus yang diperuntukkan bagi anak-anak.

Puluhan tahun sesudah masa kejayaan Smurf di Indonesia berlalu, anak-anak yang dulu mengkonsumsi kisah di Desa Smurf itu beranjak dewasa dan melihat kebobrokan bangsa ini. Tidak seperti generasi sebelumnya yang terhegemoni politik scapegoating Orde Baru, mereka justru jauh lebih akseptif terhadap wacana-wacana gerakan berideologi kiri. Sebagai antitesa atas kegagalan ideologi yang dianut pemerintah despotik, sosok Karl Marx dan Che Guevara hadir bagai pahlawan di tengah mereka.

 Bisa jadi, penerimaan kaum muda terhadap ideologi kiri tersebut terjadi karena sejak kecil mereka sudah mendapat gambaran ideal mengenai pola kehidupan masyarakat sosialis melalui komik Smurf.

Komunalisme Desa Smurf

Kehidupan di Desa Smurf telah menggambarkan dengan sempurna praktek sosialisme utopis yang ada di dalam kepala Marx, dengan menggambarkan sebuah komune yang dikelola secara kolektif di bawah pimpinan sang revolusioner tunggal bernama Papa Smurf.

Di desa itu semua Smurf bekerja sesuai profesi pilihannya dengan suka cita dan hak yang sama tanpa harus mengenal sistem mata uang --benar-benar sebuah kondisi yang ideal bagi kaum komunis.

Secara ekonomis, Desa Smurf seperti sebuah pasar yang tertutup, tidak mengenal mata uang, dan semua menjadi milik bersama --properti publik. Setiap Smurf adalah pekerja sekaligus pemilik. Para Smurf menolak ide pasar bebas, karena keserakahan dan ketidakadilannya, dan kepentingan kolektif lebih penting dan lebih berharga daripada kepentingan individual.

Ancaman Kontra Revolusi



Seperti layaknya negara komunis di dunia ini, Desa Smurf pun tidak lepas dari bayang-bayang masalah. Di bagian hutan yang lain hidup Gargamel, seorang perjaka tua jahat yang hidup bersama kucingnya yang setia, Azrael. Gargamel dengan kemampuan sihirnya ingin melebur para Smurf yang dipercayainya sebagai bahan baku untuk membuat emas. Sementara Azrael hanya semata ingin merasakan kenikmatan daging para Smurf.

Dalam hal ini Gargamel dapat digambarkan sebagai negara-negara kapitalis yang melihat segalanya sebagai potensi komodifikasi. Kebetulan pula, sejarah menunjukkan emas adalah salah satu komoditas yang menjadi daya tarik penjelajahan kaum imperialis. Semua yang buruk tentang kapitalisme ada pada dirinya. Ia rakus, kejam, dan hanya mempedulikan kepuasan dirinya sendiri. Dia adalah contoh manusia yang lebih mengutamakan kepentingan individual di atas kepentingan masyarakat yang dihidupinya. Bukan kebetulan juga kalau ternyata ia adalah seorang perjaka tua yang tinggal dalam kastil di tengah hutan dengan hanya ditemani seekor kucing.

Secara metafor, ia ingin menghabisi sosialisme, sama seperti yang dilakukan negara barat terhadap Sovyet dan negara-negara satelitnya selama perang dingin. Kemudian sebagai seorang kapitalis sejati, ia berharap bisa menjadikan segalanya sebagai komoditas --termasuk makhluk hidup lain. Bahkan rencana kedua yang akan dilakukan Gargamel terhadap para Smurf adalah ia ingin mengubah mereka menjadi bongkahan emas secepatnya setelah ia berhasil menangkapnya. Sebagai seorang kapitalis, ia lebih mempedulikan kesejahteraan dirinya sendiri daripada kesetaraan dan keadilan. Sudah menjadi sifat alaminya untuk mengumpulkan kekayaan sebanyak mungkin.

Kucing peliharaan Gargamel, Azrael, mewakili serikat pekerja mandul di negara-negara yang menganut sistem pasar bebas. Ia tidak pernah mengeluh karena memang ia tidak punya suara. Ia tidak bisa menegoisasikan gajinya --ia makan apa saja yang disuguhkan majikannya. Dan karena tubuhnya berukuran lebih kecil dan tidak lebih kuat dari Gargamel, maka ia juga mewakili kaum proletar, sementara Gargamel mewakili kaum borjuis. Azrael dieksploitasi dan ditindas. Ia mempertaruhkan nyawanya untuk melakukan pekerjaan berbahaya yang tidak bisa dilakukan majikannya dan tidak memiliki kapasitas intelektual untuk mempertanyakan masalah ini, sama seperti para pekerja yang menderita nasib buruk yang sama selama berabad-abad karena kurangnya pendidikan yang didapatkannya, dan ia tidak punya pilihan lain selain menghamba pada majikannya.

Konflik Internal

Nampak usaha untuk menunjukkan betapa idealnya kehidupan kolektif di bawah satu pimpinan ini digambarkan dengan jelas dalam salah satu serinya yang berjudul Smurfuhrer, dimana konflik khas Marxian klasik antara pemerintah yang jahat dan menindas --dimana pemimpin (dan kapitalis) yang rakus mengeksploitasi masyarakat untuk kepentingannya sendiri; dipertentangkan dengan politik egalitarian ideal yang telah di formulasikan oleh Marx-- kesemuanya digambarkan dengan baik.

Di situ diceritakan Papa Smurf harus menempuh perjalanan panjang untuk mencari bahan ramuan ajaibnya. Sepeninggal Papa Smurf, para Smurf yang lain mengadakan pemilihan untuk memilih pengganti Papa Smurf, lalu terpilihlah satu Smurf sebagai pemimpin. Tapi ternyata ia menjadi otoriter dan menimbulkan gelombang pemberontakan dari para Smurf yang lain untuk menggulingkan kekuasaannya.

Hasilnya? Desa Smurf itu pun jadi rusak akibat insureksi yang di jalankan milisi pemberontak itu, dan desa yang utopis itu baru pulih kembali setelah Papa Smurf pulang di saat pertarungan sengit antara para Smurf sedang terjadi. Dalam hal ini, Papa Smurf, sebagaimana juga dengan Marx, telah mewakili bentuk Marxisme yang ideal dengan menampilkan gambaran ketergantungan masyarakat yang butuh sosok pahlawan pelopor (avant garde) revolusioner yang bisa dijadikan panutan dan pemimpin yang maha hebat.

Representasi Penokohan



Secara visual pun ditemukan kemiripan antara karakter penghuni Desa Smurf dengan tokoh ideologis mazhab kiri di dunia nyata. Figur pemimpin desa, Papa Smurf, dengan jenggotnya yang lebat akan dengan mudah mengingatkan pada sosok Karl Marx. Jangan lupa pula, Papa Smurf adalah satu-satunya penghuni Desa Smurf yang menggunakan pakaian bewarna merah –warna tradisional kaum sosialis.

Satu lagi karakter dalam Desa Smurf yang memiliki kemiripan tersebut adalah Smurf Kacamata. Kacamata bulat yang dikenakannya mengingatkan pada sosok Leon Trotsky, salah seorang pentolan partai Bolshevyk yang terjegal setelah Stalin mengambil alih tampuk kekuasaan. Dalam kisahnya digambarkan Smurf Kacamata sebagai seekor Smurf dengan kecerdasan yang hampir menyamai Papa Smurf. Namun sikapnya yang sok tau dan sombong membuatnya sering jadi bulan-bulanan dan bahan cemoohan para penghuni Desa Smurf lain, sama seperti nasib Trotsky yang kemudian mati terbunuh dengan alat pemecah es dalam pengasingannya di Meksiko.

S.M.U.R.F?

Menurut pencipta aslinya komik ini berjudul Les Schtroumpfs yang berasal dari bahasa Prancis. Namun kemudian diterjemahkan ke berbagai bahasa sebagai Smurf. Apa arti kata “Smurf” itu? Para fans, mungkin sebagian di antaranya adalah penganut teori konspirasi, mempunyai dua dugaan. Satu, nama S.M.U.R.F. adalah kependekan dari Socialist Men Under Red Father. Dua, kepanjangan dari nama S.M.U.R.F. adalah Sovyet Militants Under Red Faction.

Medium adalah Pesan

Sekurang-kurangnya, Peyo berhasil menggambarkan teori Marxisme dalam bentuk kisah dongeng yang alegoris. Jauh dari gagal, komik Smurf pada akhirnya telah berhasil menyebarkan pesan dengan baik, dengan bias kehidupan nyata yang kita alami, jauh lebih baik daripada yang pernah literatur fantasi lainnya coba lakukan. Boleh saja sebagian besar ide dalam komik ini terinspirasi ideal Marxisme utopis, karena, walaupun ia tidak menggambarkan dunia secara nyata juga apa adanya dengan segala kompleksitasnya, kita masih bisa membayangkannya.

Sekarang mungkin kita bisa tahu kenapa kaum muda bisa lebih menerima gagasan utopis dari generasi sebelumnya.


sumber: http://xmelawanarusx.blogspot.com/

Axl Rose

Nah, ini dia idolaku yang nomer satu, hahahaha!



William Bruce Rose, Jr. (lahir di Lafayette, Indiana, 6 Februari 1962) adalah musisi dari Amerika yang tentu saja identik dengan Guns N' Roses. Sebagai penyanyi utama untuk Guns N 'Roses, Axl menikmati kesuksesan luar biasa, mendapat pengakuan publik, sangat menjulang di akhir 1980-an dan awal 1990-an sebelum keluar dari mata publik selama beberapa tahun.Dia berada di peringkat 11 dalam Hit Parader's Top Metal Vocalists of All Time dan berada di peringkat 64 dalam Rolling Stone's 100 Greatest Singers of All Time dan juga berada di peringkat 4 dalam Roadrunner's 50 Best Frontmen in Metal History. Ia adalah peringkat pertama dalam polling vokalis terbesar sepanjang masa oleh Musicradar pada tahun 2010.Orangnya bandel, kontroversial, galak, dan angkuh. Tapi itu semua sangat sebanding dengan briliannya dia dalam bermusik.

Orangnya bandel, kontroversial, galak, dan angkuh. Apa penyebabnya sehingga dia bisa seperti itu?

Kehidupan masa kecilnya tidak membahagiakan. Axl Rose mengalami pelecehan seksual, baik oleh ayah kandungnya (yang meninggalkan rumah saat Axl Rose berusia 2 tahun) dan juga ayah tirinya. Axl Rose (dalam sebuah wawancara dengan majalah Rolling Stone pada April 1992) menyatakan bahwa selama masa kecilnya, ia dituntun untuk beranggapan bahwa perempuan dan seksualitas adalah hal yang jahat. Karena sering mendapat kekerasan baik fisik maupun mental dari ayah tirinya dan juga sering melihat ibunya yang juga sering mendapat perlakuan keras dari ayah tirinya itu, ia beranggapan bahwa kekerasan adalah hal yang wajar dan normal dalam keluarga.

Axl Rose memulai karir musiknya dengan bergabung dengan berbagai band antara lain, Rapidfire, Rose, dan Hollywood Rose. Sampai akhirnya bersama Izzy Stradlin, temannya di band Hollywood Rose, dan juga Slash dari Hollywood Guns membentuk Guns N' Roses pada bulan Maret 1985. Dan sekarang Axl dan Slash adalah rival abadi, hahahaha.

Masalah selalu saja menyertai perjalanan Axl Rose, tak terkecuali saat di Guns N' Roses. Tak seperti sebagian besar anggota Guns N' Roses, Axl Rose bukan pengguna obat-obatan terlarang. Meskipun demikian, Axl Rose adalah seorang alkoholik, dan sering mendapat masalah akibat kebiasaannya tersebut. Saya juga alkoholik, hahahaha, tidak penting!

Lanjut! Axl Rose pernah menikah dengan Erin Everly pada akhir April 1990. Axl Rose bahkan menulis lirik lagu Sweet Child o' Mine untuk Everly, yang muncul juga dalam video klip lagu tersebut. Wow so sweet!


Sayangnya pernikahan tersebut hanya seumur jagung karena pada Januari 1991 mereka resmi bercerai. Erin Everly pun pernah melayangkan tuntutan atas tindakan kekerasan dalam rumah tangga, namun kasus itu tidak sampai ke pengadilan. "...ia beranggapan bahwa kekerasan adalah hal yang wajar dan normal dalam keluarga".

Axl Rose Dan Guns N Roses 



Axl Rose pada vokal, Slash pada lead guitar, Izzy Stradlin pada rhythm, Duff McKagan pada bass dan Steven Adler pada drum. Itulah The Real Guns, atau komposisi asli dari Guns N Roses yang benar-benar berbahaya. 

1. Axl Rose dan Steven Adler



Steven Adler, drummer dari Guns N Roses didupak oleh Axl Rose dari GNR sekitar bulan Juli tahun 1991 karena kecanduan ganja, obat-obatan dan alkohol. Versi Axl, Steven didupak karena tidak ada kesadaran dari Steven untuk sembuh dari kebiasaan buruknya. Dan di versi Steven, Axl adalah orang yang otoriter dan perfeksionis. Axl tidak memberi waktu pada Steven untuk menyembuhkan diri.


2. Axl Rose dan Izzy Stradlin



 Izzy menyusul Steven pada bulan November tahun 1991. Alasan Izzy keluar dari GNR adalah karena dia sudah tidak kuat menahan insting gitarisnya yang tertahan karena dipaksa untuk hanya memback-up Slash. Dia merasa dikebiri. Dan alasan keduanya, apalagi kalau bukan karena otoriternya Axl. Izzy juga menyatakan bahwa sudah muak dengan sikap Axl baik saat latihan maupun di panggung.


3. Axl Rose dan Slash



Nah! Ini dia yang paling abadi!
Axl Rose Dan Slash adalah dua frontmen paling menonjol di GNR. Keduanya adalah ikon, dan keduanya juga adalah musuh abadi di kemudian hari. Tepatnya pada saat GNR sudah mencapai puncak dan timbul keegoisan di antara keduanya. Axl merasa dia adalah pemilik tunggal Guns N Roses. Slash pun mungkin berpikiran sama dengan Axl. Lebih dari 20 tahun sejak keluarnya Slash, mereka berdua tidak pernah berkomunikasi. Tapi bukannya mereda, perseturuan mereka justru semakin lama semakin membara. Mulai dari saling serang lewat media, twitter, bahkan lewat lagu-lagu mereka. Setahuku, info terakhir Axl pernah menuntut game Guitar Hero karena menampilkan gambar Slash sebagai cover dan itu melanggar perjanjian hukum Antara Axl dan Guitar Hero. Anti Slash di perjanjian hukum? Ya ampun..
Oh iya, Axl pernah menyuruh pihak keamanan saat konser untuk mengusir penonton yang memakai kaos bergambar Slash, meminta tanda pengenal dari si penonton dan mem-black list penonton tersebut dari semua konser Guns N Roses baru. Sebelumnya Slash pernah berkata bahwa Axl adalah sampah, dan Axl pernah juga berkata bahwa Slash adalah kanker yang harus di angkat dan dibuang. Slash juga menyatakan bahwa Guns N Roses akan kembali jika salah satu dari mereka mati. Aduduh..


4. Axl Rose dan Duff McKagan



Duff adalah personil asli yang terakhir keluar. Sejatinya mereka berdua tidak bermusuhan, bahkan beberapa waktu yang lalu Duff tampak berduet dengan Axl di sebuah panggung. 


Begitulah sedikit info yang aku ketahui tentang idolaku yang satu ini, teman-teman, Walaupun aku sangat mengidolakan Axl, di sisi lain aku juga sangat berharap kembalinya The Real Guns. Terima kasih sudah membaca. Semoga era kelam musik rock di era 2000-an ini segera usai. Ayo bersama-sama kita buat POP DISASTER!

Senin, 14 Maret 2011

Eric Martin



Eric Lee Martin (lahir 10 Oktober 1960 di Long Island, New York) adalah vokalis (vokalis favoritku tentunya), musisi, dan komposer lagu yang aktif di era 80-an sampai 2000-an. Dia meraih kesuksesan terbesar sebagai vokalis/frontman dari band hard rock Mr.Big, band besar yang mencetak super hit "To Be With You" pada awal 90-an.
Eric Martin memulai karirnya di industri musik sekitar tahun 1978. Tentunya aku belum lahir. Ibuku baru berusia 13 tahun saat itu.

O iya, Eric adalah anak dari Frederick Martin "Pepper" Lee dan Martin Iris. Dia adalah anak tertua dari tiga bersaudara Dan, Joan dan Laurie, dia adalah setengah-Irlandia, setengah Italia.

Untuk musik, Eric Martin pertama kali dipengaruhi oleh ayahnya. Untuk sekedar info, awalnya dia adalah seorang drummer seperti ayahnya.


Pada 1974, Martin bergabung dengan Komedi Musikal yang diadakan di sekolah Tinggi Southside.
Martin mengasah suara pada gurunya, Judy Davis. Dia diajari diksi, stamina, dan kontrol napas. Pantessss, suaranyaaaaa..
Keluarga Martin akhirnya menetap di San Francisco Bay Area pada sekitar 1976.


Martin selalu brilian dalam bernyanyi rock, soul, atau bahkan musik country karena ia tumbuh dengan mendengarkan musik soul atau rock di tahun 70-an, seperti Otis Redding, Paul Rodgers, The Beatles, dan The Rolling Stones. Kalo aku tumbuh dengan mendengarkan teriakan Ibuku yang galak.

Martin telah memutuskan untuk hidup mandiri pada usia 18 tahun. Pekerjaan pertamanya adalah menjual es krim, hahaha. Terobosan besar datang ketika John Nymann, gitaris band "Hai Mile", memberinya panggilan dan bertanya apakah ia ingin membentuk band baru bersama-sama. Keduanya telah saling kenal dari masa lalu, karena mantan band mereka ("Mile Hai" dan "Courage Kid") telah bermain bersama di Mabuhay Gardens di Broadway. Sesuai persetujuan, John Nymann dan Eric Martin berkumpul bersama para personil dari kedua band mereka sebelumnya dan membentuk grup baru bernama 415. Itu adalah kode area untuk San Francisco Bay Area, karena semua personil band ini berasal dari tempat itu (nama band dengan alasan yang aneh).
Selanjutnya, saya tidak tahu kelanjutan tentang 415, langsung saja ke topik lainnya, hehe. 

Setelah bubar, Martin terus melibatkan diri dalam beberapa rekaman dan pertunjukan. Dia berkontribusi untuk lagu "I Can't Stop the Fire" dari soundtrack film Teachers, serta "These Are the Good Times" dan "Eyes Of The World" dari film Iron Eagle.



Pada tahun 1988, Martin akan bekerjasama dengan Billy Sheehan, Pat Torpey, dan Paul Gilbert untuk membentuk Mr Big - salah satu supergroup yang dicintai banyak orang yang benar-benar menggabungkan keberhasilan album dengan persaudaraan dan soliditas yang sempurna. Mr Big terkenal di sejarah hard rock dengan paduan ciri khas gitar "shredding", bass yang sangat enerjik dan tentunya dengan nuansa vokal Eric Martin yang mengagumkan. 

WAAAAAA !! AKU PINGIN PUNYA SUARA KAYAK ERIC MARTIN !!

Ehm..

Lanjut, setelah Mr. Big vakum, Martin menyibukkan diri dengan solo album dan proyek lainnya antara lain grup Tak Matsumoto, tur internasional, Scrap Metal, dan Mr. Vocalist antara tahun 2002 sampai 2009. 



Reuni Mr. Big 2009

Reuni ini pertama kali secara resmi diumumkan pada Februari 2009 di radio Jepang. Dilanjutkan dengan wawancara dan konferensi pers yang mengungkapkan rencana dari band untuk tur Jepang pada Juni 2009 dan untuk merilis album baru dan diikuti tur dunia. Dan benar, setelah itu mereka tur Eropa, dan dilanjutkan ke beberapa negara di Asia Tenggara, yaitu di India, Thailand, Singapura, Indonesia dan Korea Selatan. Bodohnya aku tidak nonton karena tidak punya uang, hahahaha!

Oke, sekian dulu ya, semoga berguna buat yang lainnya yang suka sama Eric Martin, woaaaaaaa !!!!

PAPA

kuhormati sosokmu
kuidolakan dirimu
di masa lalu ku ingin sepertimu
mungkin karena ku bangga padamu
tapi kini ku sadar
terlalu jauh anganku..

kau tekun..
sedangkan aku nikmati hidup bebasku

kau pembakti..
sedangkan aku selalu ingin jadi pemberontak

kau cerdas..
sedangkan.. mungkin aku tolol..

kau sujud..
sedangkan tangan kiriku selalu terkepal lantang

kanan haluanmu..
kiri ku tentunya

sempat kukecewa pada diriku sendiri
yang terlalu banggakan dirimu
tapi tak bisa sepertimu
tak bisa samai sosokmu

harapan tinggal harapan
sekarang yang ada tinggallah realita
tanpa mengurangi hormatku padamu jendralku !!
liarlah cocokku, ilegal fahamku, tapi tetap..
aku cinta kau
papa



-vanseno, 30 April 2009, pas minggat seko omah-

BEACH


 http://www.4shared.com/audio/85zREdnX/Grandline_-_Beach.htm


Last night I visit this place with "hello"
Say "hello" with my brightest smile
This place is full of my time to passion
In this wave your story I heard
Believe me this ocean save your story
Your big scream to get out your sad
This time where are you my destroyer god?
All the things there can't answer me

(Can I hope) Can the time, can the day, can the year, can your feel go back like that?
Can the sea, can the wave, can the sand, can the bird to tell you (I'm not done) that I miss you so much

I know our letters in sand will lost
One time after we leave this place
But I'm sure this letters in heart won't lose
Altough for hundred years afterlife

Wawancara Saya dengan JINGAN SI MANUSIA RUBAH

A (Aku) & J (Jingan)

....

A: woi, bocah

J: woi, bocah kering!

A: sedang dimana kamu sekarang?

J: di depanmu, memangnya tidak kelihatan ya?

A: kelihatan, memang barusan aku tanya apa?

J: aku dimana?

A: didepanku, kamu bodoh ya?

J: haha, tampan

A: haha, iya

J: ...

A: ...

J: ng..

A: kamu sedang sibuk apa saja?

J: bertualang, kemana ya?

A: lho, harusnya kan aku yg bertanya kemana..

J: oh iya, bodoh kamu, haha

A: hahaha

J: jadi bertanya atau tidak?

A: iya

J: oke

A: sip

J: ...

A: ...

J: ayo makan?

A: ayo, tapi kan aku tadi belum jadi bertanya..

J: oh iya, ayo cepat

A: aku tadi mau bertanya apa?

J: bertualang dimana?

A: aku tidak pernah bertualang, bodoh

J: kamu yg bodoh, itu kan pertanyaan yg mau kamu tanyakan ke aku..

A: o iya, haha

J: haha

A: haha, sudah pernah bertualang kemana saja kamu?

J: aku lupa, tapi aku belum pernah ke kutub

A: memang kamu ingin ke kutub? untuk apa? tujuanmu apa?

J: ah, aku tidak pernah ingin kesana kok, haha

A: wow!

J: ha?

A: haha, ayo makan?

J: kan aku tadi sudah mengajakmu?

A: iya, aku lupa, haha

J: kamu banyak pikiran ya?

A: tidak juga, kenapa?

J: tidak apa-apa

A: oh, haha

J: haha, ayo makan?

A: aku tidak punya uang

J: aku juga

A: beruang

J: beruang? orang yang punya uang?

A: bukan, itu nama hewan

J: apa bisa dimakan?

A: bisa-bisa kita yg dimakan

J: kenapa?

A: karena dia juga tidak punya uang

J: haha, bodoh ya dia?

A: haha, iya

J: ...

A: ...

J: jam berapa ini?

A: sudah malam

J: jam?

A: gelap sekali

J: oh, kalau begitu aku pamit dulu, maaf mengganggu, jalanan gelap, terima kasih untuk wawancara seru ini

A: oh iya, sama-sama, hati-hati

J: (meninggalkan tempat)

A: hey bodoh

J: ha? Apa?

A: bukannya aku yg mewawancaraimu?

J: iya benar, hahaha, aku lupa

A: aku juga, haha

J: yasudah, terima kasih sudah mewawancaraiku, haha

A: sama-sama, haha

J: (meninggalkan tempat)

A: mau kemana kamu?

J: pulang

A: kemana?

J: rumahku

A: bukannya ini rumahmu?

J: iya, hahaha

A: haha, bodoh, kan harusnya aku yg pamit

J: iya juga

A: kapitalis juga kamu

J: apa itu artinya?

A: tidak tahu, aku hanya sering mendengar itu di tembok, menurutku itu kalimat sapaan, ya sudah dulu ya, bye

J: oke, besok kesini lagi ya, aku jarang dirumah

A: oke, hati-hati

J: haha, bodoh

A: (sudah pergi)

J: (tidur)